Saat kecil, saya bercita-cita menjadi seorang guru. Entah kenapa cita-cita itu muncul, mungkin karena saya merasa diri saya ini pintar (sok pintar) dibanding teman-teman saya. Tapi anehnya juga meskipun saya merasa pintar, di sekolah kok saya tidak pernah mendapatkan rangking. Bahkan pada waktu Ebtanas SD, saya menangis gara-gara saya tidak masuk rangking sepuluh besar. Saya yakin masuk sepuluh besar, karena yang rangking ke sepuluh nilainya jauh lebih rendah dari pada saya. Saya merasa sedih, apalagi orang tua saya terus memarahi saya karena saya dianggap bodoh.
Bapak-Ibu guru di SD sering menanyakan tentang cita-cita kepada murid-muridnya. Kadang saya merasa bingung ketika ditanyakan tentang cita-cita, padahal didalam hati saya ingin menjadi guru. Saya bahkan pernah menjawab ingin menjadi tukang ojek, ketika ditanya cita-cita oleh guru saya. saya menjawab tukang ojek, karena ini jawaban yang belum pernah dijawab oleh teman-teman saya.
Waktu itu guru saya juga sering mengeluh; “janganlah bercita-cita menjadi guru, karena menjadi guru gajinya kecil….kalian akan rugi karena sekarang kuliah biayanya besar”. Statemen tersebut membuat saya berpikir ulang untuk menjadi guru, saya pun berangsur mengubur cita-cita saya untuk menjadi guru. Sewaktu lulus SMP saya bingung untuk melanjutkan kemana saya sekolah, akhirnya saya ikut-ikutan teman saya untuk meneruskan di STM. Kebetulan saya diterima di jurusan Teknik listrik instalasi, jauh dari cita-cita saya untuk menjadi guru. Saya benar-benar lupa cita-cita saya untuk menjadi guru.
Setamat STM adalah saat-saat dilematis bagi saya, karena saya bingung harus memilih antara bekerja atau kuliah. Setelah berputar otak akhirnya saya memutuskan untuk kuliah saja. Kemudian saya bingung harus memilih kuliah dimana dan jurusan apa, kebetulan sebagai anak STM saya tidak tahu-menahu soal kampus. Akhirnya saya berkonsultasi dengan guru yang dekat dengan saya. Beliau menyarankan saya untuk kuliah di kota kami saja dan memilih jurusan pendidikan bahasa inggris dan kelak akan menjadi guru bahasa inggris. Saya mengikuti saran tersebut dan akhirnya lulus mempunyai gelar sarjana pendidikan.
Setamat kuliah saya jadi teringat dengan guru SD saya yang mengatakan“janganlah bercita-cita menjadi guru, karena menjadi guru gajinya kecil….kalian akan rugi karena sekarang kuliah biayanya besar”.
Saturday, May 7, 2011
Problem pendidikan kita
Kita semua sepakat bahwa pendidikan itu penting dan seharusnya menjadi kebutuhan primer bagi kita semua seperti pangan, sandang, dan papan. Bangsa yang ingin majupun seharusnya menempatkan pendidikan sebagai tugas nomer satu. Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu merupakan prasyarat bagi negara yang ingin maju, makmur, dan sejahtera. Akan tetapi ketika kita melihat pendidikan di negeri ini, ternyata masih jauh dari apa yang kita harapkan, bahkan tertinggal dari negara-negara lain. Hal ini disebabkan oleh carut-marutnya sistem pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu mari kita urai benang kusut Pendidikan di Indonesia.
1. Paradigma pendidikan Indonesia
Jika Pendidikan kita maknai sebagai proses memanusiakan manusia (seutuhnya), maka pendidikan seharusnya dapat menghasilkan manusia yang cerdas tidak hanya secara intelektual, tetapi secara spiritual juga. Pada kenyataanya, siswa selalu dijejali dengan ilmu-ilmu secara kognitif saja. Ranah afektif dan psikomotorik siswa jarang digarap oleh sekolah. Belum lagi sekolah hanya menargetkan siswa untuk lulus dalam ujian nasional. Hal semacam inilah yang meyebabkan dekadensi moral pada remaja atau siswa. Tawuran pelajar, narkoba, dan seks bebas adalah contoh dari kegagalan sekolah dalam mendidik siswa. Pendidikan berkarakterpun hanya menjadi slogan yang ditempel di dinding tanpa mengetahui makna dan apalagi mengimplementasikannya.
2. Biaya yang mahal
Semua maysrakat pasti setuju kalau pendidikan di indonesia semakin mahal, meskipun pemerintah telah menyatakan bahwa pendidikan gratis melalui BOS untuk SD dan SMP. BOS ternyata tidak cukup untuk memenuhi operasional kegiatan pembelajaran di sekolah terlebih lagi biaya pembangunan gedung, maka dengan dalih ini sekolah masih tetap mengadakan pemungutan biaya ke siswa. Belum lagi biaya pendidikan untuk jenjang pendidikan tinggi, maka masih banyak masyarakat yang belum merasakan pendidikan di perguruan tinggi atau kuliah padahal pintar.
3. Mutu rendah
Lemahnya kualitas pendidikan di indonesia dapat dibuktikan dengan banyaknya angka pengangguran dan tingginya kriminalitas di masyarakat. SDM yang berkualitas seharusnya dapat berkarya dan menciptakan lapangan kerja yang baru sehingga angka kriminalitas pun akan menurun. Belum lagi masalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi negara kita yang masih tertinggal dengan negara lain membuat kita menjadi bangsa yang konsumtif dan membuat tingkat perekonomian kita lemah.
Penyelesaian problem pendidikan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pemerintah harus terus berjuang dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Legislatif harusnya dapat membuat peraturan-peraturan yang bermutu, eksekutif harusnya dapat melaksanakan peraturan dengan baik, dan pelaku pendidikan harusnya dapat mengimplementasikan kebijakan pendidikan dengan baik. Dan akhirnya pendidikan merupakan tanggungjawab bersama baik pemerintah maupun masyarakat.
1. Paradigma pendidikan Indonesia
Jika Pendidikan kita maknai sebagai proses memanusiakan manusia (seutuhnya), maka pendidikan seharusnya dapat menghasilkan manusia yang cerdas tidak hanya secara intelektual, tetapi secara spiritual juga. Pada kenyataanya, siswa selalu dijejali dengan ilmu-ilmu secara kognitif saja. Ranah afektif dan psikomotorik siswa jarang digarap oleh sekolah. Belum lagi sekolah hanya menargetkan siswa untuk lulus dalam ujian nasional. Hal semacam inilah yang meyebabkan dekadensi moral pada remaja atau siswa. Tawuran pelajar, narkoba, dan seks bebas adalah contoh dari kegagalan sekolah dalam mendidik siswa. Pendidikan berkarakterpun hanya menjadi slogan yang ditempel di dinding tanpa mengetahui makna dan apalagi mengimplementasikannya.
2. Biaya yang mahal
Semua maysrakat pasti setuju kalau pendidikan di indonesia semakin mahal, meskipun pemerintah telah menyatakan bahwa pendidikan gratis melalui BOS untuk SD dan SMP. BOS ternyata tidak cukup untuk memenuhi operasional kegiatan pembelajaran di sekolah terlebih lagi biaya pembangunan gedung, maka dengan dalih ini sekolah masih tetap mengadakan pemungutan biaya ke siswa. Belum lagi biaya pendidikan untuk jenjang pendidikan tinggi, maka masih banyak masyarakat yang belum merasakan pendidikan di perguruan tinggi atau kuliah padahal pintar.
3. Mutu rendah
Lemahnya kualitas pendidikan di indonesia dapat dibuktikan dengan banyaknya angka pengangguran dan tingginya kriminalitas di masyarakat. SDM yang berkualitas seharusnya dapat berkarya dan menciptakan lapangan kerja yang baru sehingga angka kriminalitas pun akan menurun. Belum lagi masalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi negara kita yang masih tertinggal dengan negara lain membuat kita menjadi bangsa yang konsumtif dan membuat tingkat perekonomian kita lemah.
Penyelesaian problem pendidikan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pemerintah harus terus berjuang dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Legislatif harusnya dapat membuat peraturan-peraturan yang bermutu, eksekutif harusnya dapat melaksanakan peraturan dengan baik, dan pelaku pendidikan harusnya dapat mengimplementasikan kebijakan pendidikan dengan baik. Dan akhirnya pendidikan merupakan tanggungjawab bersama baik pemerintah maupun masyarakat.
Subscribe to:
Posts (Atom)
A List of Open-Access Refereed ELT Journals
This list is devoted to providing information on 27 free-online-access refereed journals to language teachers, teacher educators, scholars, ...
-
Busuu adalah jejaring sosial terbesar di dunia untuk belajar bahasa, yang menyediakan kursus 12 bahasa di web dan perangkat seluler kepada l...
-
Kilck here https://drive.google.com/open?id=0BxZsTu7Dct4GTVhRUWpreHo3amc
-
1. What is phonology? 2. What are the view-points from which speech sounds can be studied? 3. Why is articulation phonetics mo...